leaf and snow

17/01/2015

Sorga di Bawah Telapak Kaki Ibu...

"Ibu... Ibu... mau ke Ibu... " suara tangisan itu terdengar sangat
menyedihkan. Di keheningan tengah malam, di saat orang lain tertidur pulas,
ada seorang anak yang gelisah, tidak bisa tidur. Ketika dia terbangun, orang
yang sangat dicintainya tidak berada di sampingnya seperti biasa. Karena
keterbatasan ekonomi, Ibu yang single parent itu mengambil keputusan untuk
menitipkan puterinya di panti asuhan.

Masih terngiang bujukan si Ibu kepada anaknya, "Karena Ibu sayang sama kamu
nak, Ibu titipkan kamu di sini, kan kamu bilang kamu ingin sekolah ? Ibu ga
punya uang. Kamu harus sabar ya nak...atau kamu mau kita seperti dulu lagi ?
Jualan sambil hujan-hujanan atau kepanasan dan kalau "cape" tidur di pinggir
jalan ?" Percakapan antara ibu dan anak tersebut pastilah asing di telinga
kita yang punya sejuta nikmat. Sekolah tinggal sekolah, sarapan tinggal
makan atau kemana-mana diantar oleh supir. Ah, semoga kita termasuk
orang-orang yang bersyukur.

Kembali kepada si anak. Hatinya yang belum dirasuki oleh "hingar bingar"
dunia telah terpatri begitu kuat dengan hati si ibu. Teringat pula saya pada
seorang Ibu yang "sadis" kepada anaknya. Hampir setiap hari si anak dipukul
dengan bermacam-macam benda. Tapi hati yang "virgin" tadi tidak mau tahu,
Ibu tetaplah orang yang paling dicintainya. Ketika sang Ibu pergi, tangisan
yang dilantunkannya juga sama dengan tangisan anak yatim di atas yang hidup
dengan belaian Ibu penuh cinta. Wahai Ibu! Waktu akan cepat sekali berlalu,
anakpun dengan cepat bertambah usia. Hatinya tidak lagi "terkekang" oleh
cinta seorang Ibu. Banyak "tawaran" cinta di luar rumah yang akan
didapatnya. Seorang anak akan mulai menerjemahkan cinta sesuai dengan
kebutuhannya. Bila cinta ibu kalah bersaing, tidak akan cukup air mata untuk
mengembalikannya ke dalam pelukan.

Saya teringat kisah nyata yang ditulis oleh seorang Ibu (sebagai ibrah).
Karena karir, si Ibu lalai memperhatikan anaknya yang beranjak dewasa. Si
Mbok, pembantu yang setia dengan cinta polosnya telah mengisi seluruh ruang
batin puterinya, hingga tiap lembar diary sang puteri hanya bercerita
tentang si mbok, tidak selembarpun tersisa untuk menulis kenangan bersama
sang Ibu. Ketika si mbok harus menghadap Rabb-Nya, si anak tidak siap,
overdosis! (cinta "putaw" mengalahkan cinta Ibu). Puterinya itupun "pergi'
dalam kerinduan terhadap cinta si mbok, sementara sang ayah stroke karena
tidak bisa menerima kenyataan. Innaalillaahi. Ada juga ibu yang baru merasa
kehilangan ketika seorang anak sudah tidak bisa dipisahkan dengan kekasihnya
yang beda agama hingga "kawin lari" pun menjadi pilihan. Kebersamaan dengan
seorang Ibu tidak meninggalkan kesan apa-apa. Na'uzubillahi min zalik. Dan
mungkin banyak kisah ratapan anak-anak lainnya yang begitu rindu dibelai
oleh jari jemari ibu. Wallaahu a'lam.

Betapa berat amanah yang dipikul oleh seorang Ibu hingga Allah pun bersedia
"meletakkan" sorga-Nya di bawah telapak kaki Ibu. Kisah kepahlawan seorang
Ibu pun menjadi perhatian penting dalam tapak sejarah, seperti Al-Khansa
yang sanggup memotivasi dan menghantarkan putra-putranya mati syahid atau
Siti Asiah isteri Fir'aun yang menerjemahkan kasih sayangnya dengan membawa
putra-putranya "ikut" bersama menemui Khalik demi mempertahankan
keimanannya. Saya optimis! Masih banyak ibu-ibu di jaman sekarang yang tidak
rela mengurangi kehormatan sorga di bawah telapak kakinya. Wallaahu a'lam.

No comments:

Post a Comment