Ada yang tak mampu kutangguhkan, meski seribu doa menghalangi perjalanan. Kereta, harus tetap diberangkatkan ke stasiun tujuan.
Aku memilih kata-kata terbaik, merangkainya; sebelum cinta menjatuhkan airmata kesakitannya.
Kusiapkan bekal secukupnya: bekal bagi perjalananmu, bekal bagi kesedihanku.
Tak usah kau lambaikan tangan, cukup memberiku sebuah pelukan, bagi cinta; tak ada yg ditinggalkan, atau pun meninggalkan.
Beri saja aku sebuah senyuman, agar untuk terakhir kalinya; tak ada lagi yang perlu aku khawatirkan dan cemaskan.
Dalam
perjalanan nanti, mungkin akan kau temui, deretan kursi penuh coretan
puisi yang tak pernah jadi. Ada namamu dan tanda tanganku di situ.
Atau
juga, pedagang kaki lima yang tak henti-henti menawarkan tisu dan
saputangan untuk dibeli. Tak usah peduli, sebab puisi bukanlah untuk
ditangisi.
Kau hanya perlu tidur, memimpikanku dalam perjalanan sunyimu; sebelum stasiun terakhir menjemputmu dengan kebahagiaan baru.
Saat
kau sampai di stasiun tujuan, turunkan kakimu pelan-pelan; ada
kesedihan, dalam setiap anak tangga saat menopang kakimu yg jenjang.
Dan
ketika seseorg bagian dari teman atau keluargamu menjemputmu di stasiun
itu, katakan padanya; kau baru saja diantarkan penulis paling bahagia
di dunia.