leaf and snow

03/07/2020

Ratu Adil 2025:Harapan Itu Bernama Ratu Adil

“Itulah tanda Putra Batara Indra sudah Nampak Datang di bumi untuk membantu orang Jawa asalnya
dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur sebelah timurnya bengawan. Berumah seperti Raden Gatotkaca.
Berupa rumah merpati susun, tiga. Seperti manusia yang menggoda.”

“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah.
Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam
persidangan. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat
dengan Gunung Perahu, sebelah barat Tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal
sedunia.”

[ Kitab Musarar : Prabu Jayabaya, Kediri, Jawa Timur (1135-1157) ]

“Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa?
darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala
(bocah angon).”

[ Uga Wangsit Siliwangi : Sri Baduga Maharaja, Pajajaran, Jawa Barat (1482-1521) ]

“Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra, tidak ketahuan asal
kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya sirullah prajuritnya (pasukan Allah) dan
senjatanya adalah semata-mata dzikir, musuh semua bisa dikalahkan.”
“Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan pangan.”
“Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana.”

[ Serat Kalatidha : Raden Ronggowarsito, Surakarta, Jawa Tengah (1802-1873) ]

“Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya
“Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan
rakyat ? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu,
mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak
berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, kapankah Matahari terbit?”.

[ Indonesia Menggugat (1930) : Presiden Soekarno ]