leaf and snow

16/06/2021

Prasangka sebagian orang

 sebagian orang berprasangka, bahwa pencapaian hari ini, kenikmatan dan kenyamanan yang dinikmatinya hari ini, adalah hal hal yang seharusnya ia dapatkan. Kekayaan, kekuasaan, kepopuleran, pengaruh dan pujian dari teman Disangkanya menjadi hal terbaik yang ia miliki, banggakan dan berusaha mati matian untuk dipertahankan.


Sebagian yang lain mulai menyadari, apa tujuan hidupnya, untuk apa ia diciptakan dan apakah segala yang dimilikinya akan benar benar bermanfaat bagi hidupnya, bahkan setelah matinya...


Nikmatnya hidup pasti berakhir. Segala kepemilikan dan kebanggaan akan terlepas..rela atau tidak.... Apakah semua itu akan berakhir tanpa pertanggungjawaban?

24/05/2021

Asal usul uang kertas yg sebaiknya kembali diganti dengan emas

Ini hanya kisah fiksi :)


Saya membeli tiga ekor kuda milik Anda. Harganya 100 gram emas. Saat ini saya tak punya emas. Tapi Anda setuju saya mengutang dengan cara menuliskan kuitansi tanda utang sebesar 100 gram emas. 


Asyiiiik! Saya naik kuda hanya dengan selembar kuitansi.


Anda menyimpan kuitansi itu. Satu tahun lagi, Anda bisa datang pada saya dan menukarnya dengan 100 gram emas, agar utang saya lunas.


Tapi satu tahun terlalu lama. Seminggu setelah memegang kuitansi itu, Anda perlu membeli sebidang kebun milik rekan Anda. Harganya 120 gram emas. Tapi Anda tak punya emas. Lalu Anda menawarkan padanya kuitansi utang yang saya tandatangani, seraya mengatakan bahwa kuitansi itu bisa dicairkan jadi 100 gram emas pada saya setahun lagi. Ia setuju, tapi bagaimana dengan 20 gram emas kekurangannya?


Disepakatilah bahwa Anda menulis satu kuitansi utang tambahan senilai 20 gram emas. Ajaib, kuitansi-kuitansi itu ternyata berpindah tangan lagi dan beredar dari satu orang ke orang lain sebelum tanggal jatuh tempo pencairannya tiba. Bahkan kuitansi-kuitansi itu mulai masuk ke pasar, dan mereka menerimanya menjadi alat tukar.


Anda dan saya dibikin terpesona dengan fenomena ini. Lalu suatu hari Anda datang pada saya, dan berkata, "Hei, tau nggak, kuitansi utang kita laku lho jadi alat menukar barang. Orang-orang memakainya untuk membayar sesuatu, dan berpindah dari tangan ke tangan".


"Iya, kita bahagia karena mereka percaya pada kita. Itu artinya kita orang yang jujur dan punya integritas," kataku pada Anda, tapi Anda menatapku dengan pandangan aneh. 


"Kamu tidak menangkap maksudku," kata Anda.


"Maksud apa?" kataku bengong.


"Ah, kamu pauk!" 


Lalu Anda menceritakan sebuah rencana yang sangat cerdas, yang barangkali hanya bisikan iblislah yang membawanya pada Anda. 


Anda mengajak saya untuk membuat kuitansi-kuitansi baru dengan angka utang yang lebih banyak lagi, dan dengan jatuh tempo yang lebih panjang. Lalu kita membeli barang-barang dengan kuitansi itu. Orang-orang akan menerimanya karena percaya pada kejujuran kita. Bahkan kita mulai membeli emas dengan kuitansi-kuitansi itu. Sehingga ketika setahun berlalu, dan seseorang membawa kuitansi pertama kita yang jatuh tempo, kita bisa membayarnya dengan emas yang kita bayar dengan kuitansi-kuitansi baru yang kita tulis tadi. Kemampuan kita membayar utang tersebut semakin meningkatkan kepercayaan orang pada kuitansi yang kita keluarkan berikutnya.


Suatu waktu, datanglah orang yang memerlukan pertolongan pada kita. Dia ingin menjalankan usaha tapi kurang modal. Anda lagi-lagi menunjukkan kecerdikan seorang iblis. Anda dan saya mau menolongnya dengan gembira. Kita menuliskan kuitansi baru dan menyerahkan padanya. 


"Bawalah kuitansi ini dan manfaatkan sebagai belanja modal. Nilainya 100 gram emas sebagaimana yang tertulis. Orang-orang akan menerimanya," kata Anda padanya. Tapi Anda kemudian menambahkan. "Kamu boleh mengembalikan emas kepada kami dua bulan depan, dan sebagai imbalannya, lebihkanlah menjadi 110 gram."


Karena memang memerlukan modal itu, ia menyetujuinya. Berkat kecerdasan Anda itu, kini kita punya penghasilan baru, yaitu menyewakan kuitansi yang kita tuliskan sendiri. Bisnis kuitansi ini membuat kita sangat kaya tanpa perlu bekerja. Emas-emas mengalir pada kita, berbunga pula.


Pada awalnya, kuitansi-kuitansi itu masih kembali pada kita sesuai tanggal jatuh tempo. Kita membayarnya dengan emas yang kita beli dengan kuitansi-kuitansi baru yang kita keluarkan dan makin banyak beredar di pasar.


Seiring waktu, orang-orang makin terbiasa melakukan pertukaran dengan kuitansi buatan kita. Lalu kita pun mencetak kertas kuitansi yang lebih bagus, indah, dan ada gambar-gambarnya. Orang-orang makin senang padanya. Sebagian di antara mereka malah tidak lagi memgembalikannya pada kita. Kalau masih tetap bisa dipertukarkan, ngapain repot-repot dikembalikan?


Lama kelamaan, makin sedikit orang yang datang pada kita untuk menukarkan kuitansinya pada emas, walaupun tanggal jatuh temponya telah tiba. Akhirnya kita sepakat untuk tidak lagi mencantumkan tanggal jatuh tempo pada kuitansi. Sehingga mereka bisa menggunakannya selama-lamanya.


Anda memang memiliki kecerdasan iblis. Kini kita makin bebas mengeluarkan kuitansi berbunga yang akan dikembalikan dengan emas yang lebih banyak. Bahkan kini Anda juga berbaik hati menerima pengembalian utang mereka dengan membayar pakai kuitansi bikinan kita sendiri, tapi tetap dengan tambahan bunga. Diam-diam, kita berdua melakukan operasi pembelian emas secara terus menerus dengan kuitansi ciptaan kita. Emas itu ditimbun di gudang kita, dan tidak boleh dikeluarkan lagi.


Emas makin langka karena disedot oleh kuitansi kita. Karena itu orang-orang makin jarang bertransaksi dengan emas. Lebih praktis pakai kuitansi kita, karena angkanya jelas dan akurat, tak perlu ditimbang atau diperiksa kadarnya.


Akhirnya mereka tak mau lagi mengembalikan kuitansi-kuitansi itu. Mereka menyimpannya sebagai harta, alat tukar, modal, dan berbagai keperluan lainnya. Kita semakin sibuk membuat kuitansi-kuitansi baru, dan Anda sudah membeli mesin cetak agar bisa memproduksi banyak kuitansi sekaligus, dan disebarkan kepada para pengutang, atau ditukar ke emas masyarakat.


Sekali lagi, saya sangat kagum pada Anda. Bagaimana mungkin kuitansi tanda utang kita kepada orang, kini berbalik menjadi utang orang kepada kita. Gila! Mana ada bisnis yang lebih dahsyat dari ini sejak peradaban manusia ada?


Tapi itu belum seberapa. 


Pada suatu pagi, datanglah seseorang ke kantor kita yang makin mewah. Ia tampaknya bukan orang sembarangan, namun wajahnya sedang gundah gulana.


"Saya Presiden Republik Jelebau," katanya memperkenalkan diri. Kita berdua terkejut.


Siapa yang tak kenal padanya. Pemimpin sebuah negara besar. Ditakuti lawan, disegani kawan. Tapi menjadi presiden negara besar tentu banyak biayanya. Peperangan harus dimenangkan. Para jenderal dan pejabat harus dibayar mahal biar setia. Para petani yang ditarik menjadi prajurit perlu dibekali dengan makanan. Sebab patriotisme saja tidak cukup. Singkat cerita, dia bilang:


"Saya sedang kesulitan uang! Kas negara kami kosong. Padahal perang masih berlanjut".


"Apa yang dapat kami bantu, Yang Mulia?" kata Anda padanya, dan saya mulai melihat ada kilatan di mata Anda. Saya kenal betul, sesuatu yang besar sedang melintas di pikiran Anda. Kali ini, sesuatu yang benar-benar amat besar.


"Begini, maukah kamu meminjami negara kami sejumlah uang, dan kami akan menggantinya nanti dengan menarik pajak dari rakyat kami setelah peperangan ini dimenangkan. Setelah masa damai nanti, rakyat kami akan kembali bekerja," katanya.


Meminjam uang? Apakah yang dia maksud dengan uang itu adalah kuitansi utang kami? Kuitansi kamikah atau emas-emas di brankas gudang bawah tanah kami?


Anda mengatakan pada Tuan Presiden itu bahwa kami dapat membantunya. Dengan syarat, utang itu akan dikenakan bunga. Sang Presiden setuju.


"Tapi Yang Mulia, kami tidak akan meminjamkan Anda emas. Lihatlah sendiri Yang Mulia, masyarakat dimana-mana tidak lagi meminta dibayar dengan emas. Mereka menggunakan uang kuitansi buatan kami sebagai alat tukar. Uang zaman now udah kayak gitu, Yang Mulia," Anda mulai memprovokasinya.


"Saya mengerti, tapi...."


"Tak perlu risau, Yang Mulia," potong Anda, "Negara Anda tetap akan berdaulat. Untuk kepentingan di dalam negeri, kalian bisa mengeluarkan uang kuitansi yang khusus, bergambar logo negara Yang Mulia sendiri, dan kalau perlu cetak pulalah gambar pahlawan-pahlawan negara yang gugur di medan pertempuran pada kuitansi itu agar rakyat Yang Mulia dapat menerimanya dengan mudah. Uang itu dapat dicetak sebanyak utang yang kami berikan kepada negara Yang Mulia agar nilainya setara. Jadi, kalau nanti Yang Mulia ingin belanja senjata atau berbagai keperluan pembangunan negara, silakan menggunakan uang kuitansi kami. Kalau membayar pegawai negeri dan para pekerja pembangunan, silakan pakai uang kuitansi kalian sendiri. Perusahaan kami akan menerima pembayaran dengan kuitansi yang kalian pinjam dari kami. Dengan  senang hati, Yang Mulia. Kami sudah punya pabrik senjata dan perusahaan alat-alat berat, teknologi canggih dan sebagainya. Kelak bila tiba saatnya membayar utang, Yang Mulia boleh mencicilnya dengan membeli kuitansi kami dengan uang cetakan negara Yang Mulia. Bila jumlah uang negara Yang Mulia terjaga jumlahnya, kursnya akan sama, tergantung pasar. Uang negara Yang Mulia akan membeli uang bikinan kami, demikianlah utang itu akan dibayar," papar Anda dengan fasih.


Presiden itu pulang ke negaranya dengan membawa berkardus-kardus kuitansi bikinan kami. Ia menggunakannya untuk perang yang makin panas. Suatu waktu, musuh mereka juga datang ke kantor kami, dan menyampaikan permohonan yang sama. Kami memberikan mereka juga utang yang cukup. Keduanya berperang terus dengan menggunakan uang yang sama, yaitu kuitansi-kuitansi yang kami cetak. Ternyata, utang mereka makin banyak saja dan tak mungkin akan dilunasi.


Bayangkanlah, sepanjang tahun, mereka mencetak uangnya sendiri di bank sentral, namanya Bank Negara Jelebau. Ketika harus bayar utang pada kami, mereka harus membeli kuitansi bikinan kami di pasar uang internasional. Karena beberapa pihak juga memerlukan kuitansi kami untuk bayar utang yang jatuh tempo, nilai kurs uang kuitansi kami menjadi melejit. Ada sebuah situasi yang sengaja kami ciptakan. Ketika masa jatuh tempo pembayaran utang  akan tiba, kami mulai menipiskan stok kuitansi-kuitansi kami di pasar. Sehingga ketika mereka mencarinya, nilai kuitansi-kuitansi itu menguat sesuai hukum pasar. Sedangkan nilai uang mereka melemah. Makin banyak mereka mencetak uang, makin hancur nilai uang mereka. Sementara keperluan operasional negara mereka bukannya makin sedikit, malah makin besar. Peperangan makin berkobar dan makin banyak dimana-mana. Para pemberontak punya uang yang cukup untuk membeli peralatan tempur karena meminjam uang kami. Kepada mereka, kami memberikan kelonggaran pembayaran, yang penting mereka siap memberontak saja. Dengan demikian, pemerintah yang mereka perangi akan terus kewalahan dan terpaksa berutang lagi pada kami saban tahun.


Ketika pikiran Anda terus bekerja, maka bukan mereka lagi yang melaksanakan peperangan ini. Anda malah sudah menawarkan utang dan bantuan pada beberapa kelompok untuk melakukan pemberontakan dan mendirikan negara-negara baru. Anda mendisain perang dunia, dan bermaksud menghancurkan kedudukan penguasa-penguasa lama untuk diserahkan pada penguasa baru yang dapat Anda kendalikan. Tentu syaratnya adalah, penguasa itu harus bodoh dan berasal dari kalangan yang rakus. Mereka akan selalu kelaparan dan memikirkan perutnya sendiri, sehingga dapat dikendalikan dengan uang dan makanan. 


Untuk mewujudkannya, diperlukan kecerdikan. Dan kecerdikan Anda berikutnya adalah membalikkan meja di hadapan orang banyak, tapi mereka tidak sadar mejanya terbalik. Kelas demokrat yang berasal dari lapisan rakyat paling bawah dinaikkan ke atas, membentuk dewan, dan membuat undang-undang menurut selera mereka sendiri. Benar saja, hampir seluruh undang-undang dan rutinitas mereka hanya berputar di soal-soal anggaran saja. Karena tak punya kemampuan mengatur orang banyak (wong dirinya sendiri tak bisa diaturnya), maka yang dapat dia lakukan untuk mempertahankan kekuasaan adalah dengan mengutang pada kami dan memajaki rakyatnya untuk membayar cicilan utang dan memenuhi kebutuhan syahwat mereka.


Kami sangat gembira bekerja dengan manusia-manusia baru ini. Mereka tidak perlu kekuasaan, yang mereka perlukan hanya uang. Lagipula kami sudah menyunat kekuasaan mereka dengan mambatasinya lima tahun. Wewenangnya juga kami iris dengan teori pemisahan kekuasaan. Sehingga, dengan teori para ahli yang kami sponsori ini, mereka terlihat seolah-olah berkuasa, tapi sebenarnya mereka tak berdaya apa-apa. Kami buat sebuah bentuk kekuasaan yang berputar-putar seperti gasing, ruwet, dan tak pernah ada penyelesaiannya kecuali dengan sebuah keributan, pesta lima tahunan, yang selalu memproduksi situasi yang sama. Rakyat mereka kami masukkan dalam satu matrix yang lengkap dan nyaris tanpa jalan keluar. Karena di dalamnya mereka berjuang untuk sesuatu yang telah kami tentukan. Kami menciptakan para pejuang negara, lengkap dengan lawan politiknya. Sehingga kedua pihak selalu mengira bahwa mereka sama-sama melakukan hal yang mulia, padahal situasi itu adalah kekal selama mereka hidup dalam sumur yang sama. Namanya sumur demokrasi.


Bila sulit memahami ini, maka kiasannya adalah sebagai berikut. Umpamakanlah mereka punya seekor gajah yang besar dan kuat. Lalu kami meminta mereka memisahkan bagian-bagiannya secara adil. Seseorang mengambil kuping gajah, yang lain belalainya, ada yang mengambil kakinya, perutnya, ekornya, gadingnya, dan sebagainya. Dengan demikian, kini mereka merasa mendapat keadilan dan kesetaraan, tapi mereka tidak sadar bahwa mereka telah kehilangan kekuatan gajah itu. Mereka pulang ke rumah masing-masing dengan bagian tubuh gajah yang cukup buat mereka, dan mereka selalu membayangkan atau bermimpi bahwa mereka masih memiliki seekor gajah yang gagah dan kuat.


Untuk penemuan penting ini, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi pada Montesqiu dan kawan-kawan. Proyek Revolusi Perancis itu adalah momen yang indah, yang selalu kami kenang dan bicarakan sambil tertawa puas di bar khusus milik kami. Dalam revolusi itu maupun sesudahnya, banyak sekali penguasa yang dipenggal oleh rakyatnya sendiri, amarah, perusakan, dan kegemilangan kuitansi-kuitansi kami yang makin kukuh menguasai hajat hidup mereka. Demikianlah hukuman kepada para raja, penguasa, dan sultan-sultan yang tidak mau memenuhi kehendak kami.


Akan halnya terhadap penguasa-penguasa boneka baru, kami menjerat lehernya dengan pemberian utang dan memfasilitasi pendirian bank sentral bagi negaranya. Ini adalah syarat mutlak bagi mereka. Dengan bank sentral ini, mereka dapat mencetak dan melayani keuangan di dalam negaranya sendiri. Tapi dasar penguasa demokrat yang rakus, mereka malah mencetak uang banyak-banyak tanpa peduli akibatnya bagi negaranya yang berutang itu. Ia memenuhi syahwatnya semudah mencetak uangnya sendiri. Padahal nilai uang itu mesti didasarkan pada jumlah utangnya kepada kami. Karena kebodohan ini, maka ketika jatuh tempo pembayaran utang tiba, mereka sangat terkejut karena nilai uang mereka makin melemah saja terhadap uang kami. Sehingga, mereka harus mengutang lagi pada kami untuk bisa menebus cicilan utang tahun ini, dan begitu seterusnya. Walhasil, utang mereka bukannya berkurang, malah bertambah-tambah. Untuk mengimbanginya, mereka juga menarik pajak lebih kencang. Ada-ada saja jenis pajak baru yang mereka buat. Kadang-kadang kami mengirimkan ahli pajak dan ahli ekonomi pada mereka untuk memberikan usul yang sangat mereka sukai. Ah, kami sangat menikmati situasi ini. Kami menyayangi mereka dan memuji-muji kebijakan ekonomi mereka, yaitu ekonomi utang.


Tapi situasi ini tak pula selamanya mulus. Ketika nilai uang mereka hancur, rakyatnya marah karena merasa harga-harga naik. Pemberontakan pun mulai terjadi, dan pemerintah Negara Jelebau itu harus ngutang lagi kepada kami untuk mengatasi pemberontakan itu.


Anda mengambil kesempatan emas ini. Anda bilang pada Presiden Jelebau, kita akan memberikan utang tambahan agar bisa menstabilkan nilai uang negara mereka dan sekaligus memadamkan pemberontakan, asalkan ia mau menandatangani penyerahan berbagai konsesi pengelolaan sumberdaya alam negaranya kepada kami. Ya, tambang emas, kuarsa, batubara, hutan, dan sebagainya. Sampai di sini, para penguasa tengik itu rupanya mulai sadar juga bahwa mereka sebenarnya sedang diperas. Sebagian mereka marah dan menuduh kami rentenir iblis. Karena dia benar, maka dia harus disingkirkan.


Maka dimulailah episode baru tentang negara itu. Ketika Presiden Jelebau mulai meninggalkan kami dan berusaha mencari bantuan ke pihak lain, kami menguatkan bantuan kepada para pemberontak. Sejumlah pengkhianat di sekelilingnya juga kami danai. Siapa saja yang bermaksud menggantikannya, apakah dia komunis, sosialis, kapitalis, atau cacing tanah sekalipun, kami akan danai. Akhirnya ia tumbang sendiri. Uang negaranya yang dicetak terus untuk mendanai penumpasan pemberontakan dan kerakusan pengikutnya, tentu saja bukan tandingan bagi supremasi uang kami. Uangnya menjadi tak berharga, dan lebih bermanfaat dijadikan sebagai bahan bakar api unggun saja.


Kekuasaannya kami ambil alih melalui seorang agen pengkhianat yang sebenarnya cukup dekat juga dengannya. Agen ini menggantikan kedudukannya sebagai Presiden Negara Jelebau. Kepadanya, kami berjanji mengucurkan utang baru untuk mendanai pembangunan. Banyak sekali utang itu. Dan kami memberikan kelonggaran cara pembayaran asalkan ia mau memberikan beberapa konsesi strategis pada kami. Dia pun setuju, yang penting pemerintahannya bisa berjalan dulu.


Rakyat Jelebau bersukaria. Pembangunan dilakukan dengan utang itu. Pelan-pelan pajak masuk ke dalam hidup mereka, melalui sistem perpajakan moderen. Kami menjerat mereka dengan tidak terburu-buru. Si penguasa baru ini akan kami dukung selama ia tunduk pada skema kami. Ia boleh mengatur negaranya sesuka hati. Tapi batasnya adalah kesetiaannya pada kami, yaitu kesetiaan untuk terus menambah utang, mencicilnya, dan terus menambah pajak kepada rakyatnya. Selain itu, tentu ia juga harus memberikan upeti tambahan berupa konsesi-konsesi kekayaan alam yang kami sukai di negaranya.


Seluruh penguasa negara yang muncul belakangan pastilah memerlukan uang untuk mendanai birokrasi dan penyelenggaraan politik negaranya. Start up negara moderen itu sangat mahal. Sedangkan pemimpin yang terpilih cukup kere. Mereka tidak seperti para raja dan bangsawan yang memiliki kekuatan mandiri dari segi harta dan budaya. Satu-satunya harapan mereka adalah kami.


Alhasil, dari kuitansi pembelian tiga ekor kuda dan sebidang ladang, Anda dan saya kini bisa mengatur skema dunia. Kami merancang dan membuat tatanan baru, yaitu dunia yang tunduk pada kuitansi utang kami.


Dengan selembar kuitansi, saya bisa menaiki kuda. Dan dengan kuitansi yang sama, Anda dan saya menguasai dunia.